Pemikiran dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1.
Pemikiran dangkal (al fikru al sathhy)
yaitu melihat sesuatu kemudian menilainya tanpa adanya pemahaman.
2.
Pemikiran mendalam (al fikru al ‘amiq)
yaitu melihat sesuatu kemudian memahaminya, setelah itu baru menilai.
3.
Pemikiran cemerlang (al fikru al
mustanir) yaitu melihat sesuatu, lalu memahaminya dan memahami segala
hal yang terkait dengannya, kemudian baru menilai.
Contoh
berikut ini dapat digunakan untuk menjelaskan tiga macam pemikiran di atas,
yaitu ketika manusia melihat pohon kismis yang memiliki daun dan berbuah. Orang
akan menemukan bahwa pohon tersebut memiliki buah, daun dan kayu. Ketika
melihat daun yang menghiasi pohon itu, orang memberikan penilaian bahwa manfaat
daun hanyalah untuk hiasan pohon. Pandangan ini adalah pengambilan kesimpulan
tanpa berpikir terlebih dahulu tentang daun, dan ini akan mengantarkan pada
pemberian penilaian yang tergesa-gesa. Ini adalah penilaian yang dangkal.
Adapun
jika disodorkan daun kismis kepada pakar biologi, kemudian ia membawanya ke
laboratorium dan melakukan penelitian (al
ikhtibar), akan dilihat bahwa daun tadi mengandung stomata (ri’ah tanaffusiyyah) yang berfungsi
mengambil karbon dari udara, dan mengandung klorofil (yakhdlur) yang berputar pada daun seperti berputarnya mesin
mobil, serta mengandung pembuluh kecil (al
‘uruq) yang menghubungkan daun dengan ranting, agar bisa berkembang.
Kemudian akibat dari proses yang berlangsung pada seluruh unsur di daun dan
bekerja dengan tugasnya masing-masing, akan menyebabkan biji kismis bertambah
manis dan berkembang. Melakukan penelitian yang rinci tentang daun akan
mengantarkan pada penilaian yang mendalam tentang daun. Jadi, ini adalah
penilaian yang mendalam.
Akan
tetapi, jika orang yang mengkaji, setelah melakukan penelitian terhadap daun
kismis, juga mengkaji seluruh hubungan yang terkait dengannya, sehingga tidak
ada satu pun aspek interaksi yang ditinggalkan dalam penelitiannya —dia
melakukan penelitian dan mengetahui semua— maka akan tampak baginya
rahasia-rahasia ciptaan dalam daun, hukum-hukum dan aturan-aturan yang terdapat
di dalam daun. Penilaian ini datang dari pemikiran yang cemerlang. Adapun jika
orang hanya berhenti pada kekaguman terhadap keindahan daun yang menghiasi
seluruh pohon tadi, maka orang tersebut masih terbatas pada pemikiran yang
dangkal, dan sudah pasti orang ini tidak memiliki pemikiran yang cemerlang,
karena pemikiran cemerlang harus didahului dengan pemikiran yang mendalam.
Pemikiran
dangkal terjadi karena adanya transfer fakta ke otak tanpa usaha untuk
mengindra apa yang berhubungan dengannya, dan tanpa mengaitkan pengindraan
dengan ma’lumat yang
berhubungan dengannya. Akibatnya, dihasilkan penilaian yang dangkal. Dan,
pemikiran seperti ini biasanya terjadi pada orang-orang yang yang terbelakang
dan pada orang-orang bodoh; tidak terdidik dan tidak terbina.
Penyelesaian
atau paling tidak mengurangi pemikiran yang dangkal, dapat ditempuh dengan
beberapa cara, yaitu: Pertama,
dengan menghilangkan kebiasaan berpikir dangkal yang dimilikinya, kemudian
mengajari dan mendidik mereka dengan pemikiran yang lebih tinggi. Kedua, dengan memperbanyak latihan
untuk mereka dan menghadapkan dengan realita sebenarnya. Ketiga, mengharuskan mereka hidup
dalam kehidupan yang sebenarnya (live
in). Dengan ini, akan meningkatkan pola berpikir mereka.
Jika
orang yang memiliki pemikiran mendalam banyak di tengah-tengah umat, maka
menggandeng tangannya untuk “bangkit” lebih mudah. Orang-orang ini, jika hidup
di tengah-tengah umat, walau memiliki informasi yang terbatas, dan mengindra
satu atau beberapa realita yang ada serta hidup di masa yang sama, mereka akan
mampu memajukan umatnya. Mereka mampu mentransformasi umat dari satu keadaan ke
keadaan yang lebih baik, mereka mampu menggambarkan kehidupan dengan gambaran
yang faktual, karena mereka memiliki pemikiran yang benar dan pendapat yang shahih. Mereka memiliki al ihsas al fikri, yakni pemahaman
yang dihasilkan dari pengindraan. Meskipun memiliki indra dan otak yang sama
dengan orang biasa, karakteristik pengaitan yang terdapat pada otaknya lebih
kuat, yang itu merupakan keunggulannya. Mereka mampu mengaitkan pengindraan
dengan al ma’lumat al tsabiqah
dengan benar. Artinya, pemikirannya adalah pemikiran unik yang berbeda dengan
yang lain (al mutamayyiz).
Memiliki al ihsas al fikri,
yang menjadikan mantiqul ihsas-nya
tinggi. Oleh karena itu, harus diupayakan pengentasan orang-orang yang
berpikiran dangkal, sehingga di tengah-tengah umat terdapat para pemikir yang
menjadi tiang sandaran bagi umat, dan, akan mengantarkan pada jalan kemajuan
dan kemuliaan. Inilah pemikiran dangkal dan cara pengentasannya.
Pemikiran
yang mendalam adalah mendalam pada pengindraan realita dan ma’lumat yang dikaitkan dengan
pengindraan untuk memahami realita. Orang yang memiliki pemikiran yang
mendalam, tidak akan cukup hanya dengan mengindra atau dengan memiliki al ma’lumat al tsabiqah saja, seperti
orang yang berpikiran dangkal. Ia selalu mengulang-ulang pengindraan terhadap
realita dan berusaha melakukan pengindraan seoptimal mungkin, dengan cara
penelitian. Ia selalu mencari informasi yang valid dan bervariasi, dan
mengulang pengaitan antara informasi dan realita sebanyak-banyaknya. Pemikiran
mendalam tidak cukup hanya dengan mengindra sekali, lebih dari satu ma’lumat, pengaitan berulang-ulang.
Jadi, berpikir mendalam adalah tahap kedua atau derajat yang lebih tinggi dari
berpikir dangkal. Ini adalah pemikiran para intelektual (ulama’) dan orang-orang yang mendapat
predikat pemikir.
Ringkasnya,
berpikir mendalam adalah mendalam dalam pengindraan, ma’lumat dan pengaitannya.
Pemikiran
cemerlang adalah pemikiran mendalam ditambah dengan berpikir terhadap segala
sesuatu yang terkait dengannya agar dicapai kesimpulan yang benar. Berpikir
mendalam dibangkitkan oleh ke dalam pemikiran. Sementara berpikir cemerlang
adalah berpikir sampai pada sisi-sisi lain dari kedalaman pemikiran, dan
berpikir terhadap segala sesuatu yang terkait dengannya agar dicapai tujuan
yang dimaksud, yaitu diperoleh kesimpulan yang benar. Setiap pemikiran cemerlang
adalah berpikir yang mendalam, dan tidak mungkin pemikiran cemerlang dihasilkan
dari berpikir yang dangkal.
Setiap
pemikiran mendalam tidaklah pemikiran yang cemerlang, karena tidak mengaitkan
objek yang dikaji dengan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, dan dibatasi
hanya pada kerangka berpikir mendalam saja, maka itu bukanlah pemikiran yang
cemerlang. Contohnya, seorang mujtahid
dalam menghukumi suatu kejadian atau masalah tertentu, dia akan
menggunakan pemikiran yang mendalam, mengkaji Al Qur’an dan Al sunnah
dengan mendalam, untuk menyelesaikan masalah (al musykilah). Selama pandangannya masih sebatas memahami
masalah, lalu memberikan hukum atas masalah itu, berarti mujtahid tersebut hanya berada dalam
kerangka pemikiran yang mendalam.
Contoh
lain, seorang pakar atom (‘alim al
dzarrah) dalam mengkaji pembelahan atom, atau pakar kimia dalam mengkaji
pengklasifikasian atom dan molekul. Mereka membahas secara mendalam, dan dengan
metode pemikiran mendalam tersebut ia mampu mencapai hasil yang diinginkannya.
Jika pakar atom tersebut tidak berhenti hanya sebatas membelah atom, tetapi ia
tergerak untuk mengetahui interaksi atom di alam, dan dalam penyusunan
benda-benda, meneliti hasil dan konsekuensi-konsekuensi dari interaksi dan
penyusunan tersebut. Maka pakar atom ini telah berpikir cemerlang, tidak hanya
sekedar berpikir mendalam. Setiap pemikiran mendalam tidak selalu pemikiran
cemerlang. Berpikir mendalam tidak serta-merta mampu membangkitkan manusia dan
mengangkat level pemikirannya, akan tetapi yang mampu membangkitkan manusia
adalah kecemerlangan berpikir. Kecemerlangan berpikir akan mewujudkan
ketinggian pemikiran, yang dengannya akan mengantarkan kepada kebangkitan.
Meskipun
terdapat kecemerlangan berpikir belum tentu mengantarkan pada hasil yang benar,
seperti pada ilmu eksak, hukum, kedokteran dan lain-lain, akan tetapi kecemerlangan
berpikir secara pasti akan meningkatkan level pemikiran, dan akan melahirkan
para pemikir. Oleh karena itu, untuk membangkitkan umat tidak cukup hanya dengan
keberadaan ilmuwan (ilmu eksak), ahli fiqh,
ahli undang-undang, dokter dan insinyur, tetapi yang terpenting harus ada
kecemerlangan berpikir. Artinya, terdapat pemikir yang cemerlang.
Oleh
karena itu, secara pasti dapat dikatakan, bahwa jalan lurus yang harus ditempuh
manusia adalah jalan pemikiran yang cemerlang, yang akan merealisasikan kebangkitan
pemikiran yang shahih.
tulah
macam-macam pemikiran. Kita dapat menggunakan berbagai pemikiran yang ada untuk
memenuhi naluri dan kebutuhan jasmani. Akan tetapi, metode pemenuhannya
berbeda-beda menurut aktifitas dan jenis berpikirnya. Jika kita memperhatikan
perbedaan antara manusia dan hewan, kita akan mendapati bahwa manusia selalu
dinamis (ibda’), semakin tingi
(irtiqa’) dan maju (taqaddum) secara kontinyu, sedangkan
hewan statis dengan keadaannya. Hewan juga mencari sarana-sarana untuk memenuhi
naluri dan kebutuhannya seperti manusia, hanya saja, pencariannya sekedar untuk
memenuhi naluri dan kebutuhannya, sedangkan cara mendapatkan dengan sarana apa
—meskipun jenisnya berbeda— hewan tidak memperhatikannya, sebab telah
terealisasi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun nalurinya.
Manusia
selalu mencari hasil yang lebih tinggi dalam perjalanan hidupnya, sehingga
mereka selalu berjuang untuknya, yang kesemuanya sangat bergantung pada pengalaman
dan lingkungan masyarakatnya.
Manusia
berbeda dengan hewan, dalam kemampuan mengaitkan realita dan informasi. Manusia
memiliki kemampuan, sedangkan hewan tidak.
Tanpa
adanya pengaitan antara al ma’lumat al
tsabiqah dengan realita, tidak akan pernah ada kemajuan. Pemikiran yang
cemerlang adalah dasar pijakan munculnya pertanyaan-pertanyaan: Dari mana saya?
Kenapa saya ada? Dan, kemana saya akan kembali?
Pemikiran
yang cemerlang akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan jawaban
yang memuaskan akal, menentramkan hati dan menenangkan jiwa. Kita harus
menggunakan aktivitas berpikir dengan metode aqliyah, bukan dengan metode ilmiah. Manusia tidak bisa
dijadikan kelinci percobaan di laboratorium, karena manusia bukan materi yang
bisa dicairkan atau dipecah. Kita harus dapat menyimpulkan ketiga pertanyaan di
atas, yakni kita harus memahami hakikat, eksistensi dan peran kita di dunia.
Hakikat utama dan terpenting adalah kita tertunjuki iman kepada Allah SWT. Akan
tetapi, sebelum kita bertolak untuk menggapai petunjuk keimanan pada hakikat
eksistensi Allah SWT dengan metode pemikiran yang cemerlang, kita harus
melakukan petualangan pemikiran (jaulah
fikriyah) pada alam semesta, manusia dan kehidupan dengan pemikiran yang
mendalam agar kita mengetahui hakikat manusia, sehingga pijakan kita adalah
pijakan yang selamat dan dibangun berdasar pemikiran yang cemerlang.
Petualangan Pemikiran
Keimanan
kepada Al Khaliq, menggapai
petunjuk cahaya keagungan-Nya dan kebesaran kekuasaan-Nya adalah masalah utama
dan mutiara yang ada di hadapan manusia sejak terbuka hatinya. Setiap saat,
kita mempunyai waktu untuk menyaksikan, meneliti, memperhatikan dan menyelidiki
yang dapat mengantarkan kepada petunjuk hakikat Sang Pencipta (Al Khaliq) yang telah menciptakan
manusia dan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, seperti air (al maa’), udara (al hawa’), tanah (al turaab), tumbuh-tumbuhan (al syajar), tanaman (al nabat), hewan, dan zat-zat padat (al jamad). Dialah yang menciptakan
alam raya yang membentang luas ini.
Hingga
saat ini, temuan ilmiah yang telah dihasilkan manusia banyak sekali, bahkan
sampai tidak terhitung jumlahnya. Terkadang, hasil temuannya masih terbatas
pada sesuatu untuk pijakan penemuan selanjutnya, atau sudah mampu membongkar
rahasia keingintahuan manusia.
Akan
tetapi, ilmu pengetahuan yang banyak tersebut belum bisa menetapkan darimana
segala sesuatu itu berasal, baik yang hidup atau yang mati. Eksistensi segala
sesuatu tersebut tegak di atas aturan yang sangat rinci, meyakinkan dan hukum
yang sangat serasi dan indah. Sehingga kalaupun terdapat perubahan, justru
menguatkan hukum-hukum dan aturan-aturan itu. Tidak mungkin ada yang mampu
menyalahi perputaran perjalanan alami keberadaan benda, tetapi semuanya tunduk
dan berjalan dengan pengendalian Zat Yang Maha Sadar dan Maha Merencanakan,
dengan pengaturan yang meyakinkan. Dialah yang menciptakan, menegakkan dan
menyempurnakan segala sesuatu.
Ilmuwan
—ketika berhasil menyingkap hakikat hukum alam— pasti akan memproklamirkan
keimanannya yang benar terhadap keagungan kekuasaan Sang Pencipta, Sang
Penyempurna, dan Sang Pengatur alam. Bentuk apa pun yang dikehendaki akan
disusun-Nya, keadaan apa pun yang diinginkan akan dibuat oleh-Nya.
Marilah
berpetualang dengan merenung dan berpikir yang mendalam tentang kehidupan,
manusia, dan alam semesta! Untuk mengetahui sekelumit temuan-temuan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan temuan-temuannya tidak hanya mengungkap
misteri dan rahasia alam saja, tetapi akan menunjukkan pada hukum-hukum
penciptaan dan kekuatan dalam pengaturan. Tidak mungkin manusia —setinggi apa
pun ilmu pengetahuannya— mampu membuat dan menetapkan yang sama seperti itu.
Jika
telah terkuak sedikit saja misteri alam dari kajian-kajian ilmu meteorologi,
biologi, fisika, kimia, astronomi, dan kedokteran, maka akan menampakkan
keajaiban-keajaiban dan keanehan-keanehan yang menunjukkan hakikat Sang
Pencipta (Al Khaliq), keagungan
Uluhiyah, dan kebesaran Rububiyah-Nya.
Adalah
suatu ketetapan yang tak terbantahkan adanya keselarasan temuan-temuan ilmiah
dengan keimanan. Keduanya saling mengokohkan dalam memahami berbagai hakikat.